Pages

Senin, 19 Juli 2010

Gubeng Klingsingan Surabaya tahun 1960an (part I - geografis masyarakat )

Gubeng Klingsingan Surabaya tahun 1960an (part I - geografis masyarakat )
By Pungkas

Pada tahun 2000an daerah Gubeng seakan–akan menjadi pusat kota Surabaya kedua setelah daerah sekitar Basuki Ramat, walaupun secara geografis Gubeng terletak di wilayah Surabaya bagian Timur. Hal ini tidak menutup kemungkinan karena didaerah ini terjadi pembangunan yang cukup pesat. Coba perhatikan daerah sekitar Gubeng berdiri gedung–gedung besar yang merupakan Kantor adminitrasi dan ikon metropolis bagi Surabaya. Dibagian timur Gubeng berdiri rumah sakit terbesar di Indonesia Timar yaitu Dr. Soetomo dan Universitas Airlangga yang merupakan universitas tertua diwilayah Indonesia Timar. Bagian baratnya terdapat tempat belanja yang cukup besar yaitu Surabaya Plasa dan penginapan Hotel sahid, tidak jauh tempat itu berdekatan dengan rumah dinas gubenuran dan kontor adminitrasi kota Surabaya. Disebelah utara terdapat stasiun Gubeng yaitu alat transportasi kereta selain didaerah pasar turi.Itulah Daerah Gubeng pada saat ini, tapi bagaimana dengan daerah Gubeng pada 45 tahun silam dan ada apa saja didaerah tersebut. Pada tahun 1960an, daerah Gubeng merupakn daerah pinggiran dari kota Surabaya. Pada saat itu pusat kota Surabaya terletak di daerah utara yaitu Perak, Krembangan, Ampel dan sekitarnya. Daerah tersebut mengalami perkembangan yang pesat karena ditunjang dekat dengan daerah pelabuhan yag merupakan penopang atau pusat perdagangan bagi kota Surabaya. Hampir sebagian besar wilayah Gubeng tahun 1960an masih dihuni oleh Rawa – rawa kurang lebih 50% luas gubeng dan juga sebagian daerah persawahan. Kalau Sekarang kita mendengar nama daerah seperti Gubeng Kertajaya, Pucang dan sekitarnya, pada waktu itu masih merupakan daerah persawahan. Sebagian besar konsentrasi penduduk pada saat itu terletak didaerah Gubeng Klingsingan, Gubeng masjid dan daerah Pacar Keling. Tata letak perkampungan atau perumahan didaerah Gubeng klingsingan sama seperti daerah lain yang masih mengalami perkembangan, dengan ciri khas rumah seperti tembok berasal dari bambu dan atapnya dari genteng. Setiap rumah kebanyakan mempunyai halaman yang lumayan luas tetapi untuk pengaturan letak rumah semrawut atau tidak beraturan, sesuai selera dari penduduknya. Untuk penerangan kebanyakan warga menggunakan lampu minyak dari pada listrik karena biaya nya lebih murah. Begitupun dengan air, warga lebih tertarik menggunakan Sungai Gubeng yang mengalir ditengah – tengah perkampungan untuk kebutuhan hidup sehari – hari dari pada menggunakan air pemerintah / air ledeng. Sungai Gubeng pada waktu itu masih jernih dan dasarnya berupa pasir tidak seperti sekarang berisi Lumpur dan zat – zat yang dapat membahayakan manusia. Jadi waktu itu tidak begitu berguna membeli air pemerintah karena menggunakan air dari sungai gubeng sudah lebih dari cukup. Jalan – jalan didaerah Gubeng sebagian besar masih sempit dan berupa gundukan tanah yang masih belum beraspal. Hanya beberapa ruas jalan saja yang sudah diaspal dan menjadi jalan utama. Jalan Sumatera yang sekarang menjadi jalan tikus bagi jalan raya Gubeng, pada waktu dulu jalan ini menjadi jalan utama untuk menuju ke daerah Gubeng. Begitupun dengan jalan dharmawangsa yang tidak sebesar sekarang. Hal ini terjadi karena pada waktu itu masih jarang penduduk yang memiliki alat transportasi seperti mobil atau motor, kendaraan angkutan seperti mikrolet atau bis pun saat itu masih jarang. Jalanan lebih banyak dipenuhi oleh kendaraan seperti sepeda dan becak. Alat transportasi masal waktu itu hanya kereta listrik yang menghubungkan daerah bagong (terminal pertama) yang melewati Gubeng lalu menuju ke daerah Basuki Rahmat yang sekarang yaitu Tunjungan Plasa. Dari daerah Basuki Rahmat dipecah menjadi dua jalur yaitu jalur pertama menuju ke daerah Perak dan jalur kedua menuju ke daerah Sawahan.Penduduk Gubeng Klingsingan sebagian besar bekerja sebagai petani. Tetapi ada juga yang bekerja dipabrik – pabrik yang berada disekitar wilayah Gubeng, akan tetapi yang bekerja di pabrik – pabrik tersebut kebanyakan adalah para pendatang yang mencoba mengadu nasib di kota. Dan penduduk asli Gubeng Klingsingan sebagian besar lebih banyak penjadi petani, mengurusi sawah atau kebun yang merupakan peninggalan nenek moyang mereka. Ada beberapa pabrik yang menjadi jujugan warga Gubeng untuk mendapatkan pekerjaan diantaranya yaitu Pabrik Barata, Pabrik BAT (minyak wangi), Pabrik Bir (sekarang adalah AJBS), Pabrik Es di daerah Petojo. Selain pabrik juga terdapat sebuah rumah sakit terbesar di Surabaya yaitu RS Simpang. Rumah sakit yang sekarang dijadikan tempat Surabaya Plasa ini dulunya merupakan rumah sakit bersalin dan juga di rumah sakit tersebut terdapat sekolah atau akademik khusus perawat. Di tempat - tempat tersebut (pabrik) kebanyakan warga menjadi buruh tetapi dengan penghasilannya sudah merasa cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Jadi secara tidak langsung dengan adanya aspek – aspek tersebut menunjang perkembangan daerah ini.Dengan adanya beberapa aspek seperti pabrik, rumah sakit dan dunia pendidikan membuat daerah Gubeng Klingsingan semakin diminati oleh para pendatang. Daerah Gubeng Klingsingan lambat laun menjadi daerah yang plural dengan bermacam – macam latar belakang pendudung baik itu dari Jawa, Madura, Batak, Keturunan Cina dll. Walau telah menjadi sebuah daerah yang plural, didaerah ini minimal sekali terjadi konflik antar golongan, ras, suku ataupun agama. Hal ini benar – benar dihindari karena mereka merasa bahwa tujuan mereka sama yaitu untuk mencari gawe atau bekerja di negeri orang jadi sebisa mungkin diusahakan untuk tidak terjadi konflik. Hal ini sesuai dengan slogan karakter arek Surabaya yang egaliter (sama rasa, sama rata) dan semua yang ada disamping kita adalah saudara. Jadi hal inilah yang membuat konflik suku, ras, agama jarang terjadi, kalaupun ada itu adalah pertikaian antar individu dan dapat dengan mudah diselesaikan melalui musyawarah keluarga yang dilakukan dibalai RT. Selain itu ada konflik – konflik lain yang ditengarai oleh para pemudanya dan pada waktu itu yang ngetren yaitu gangters - gangteran. Gengters ini terbentuk dari perkumpulan dari anak – anak muda di setiap daerah dan merasa bahwa daerahnya yang paling unggul. Hal ini yang dapat menyebakan pertikaian dan cukup meresahkan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pendidikan masyarakat masih rendah dan jiwa kedaerahannya yang masih tinggi apalagi ngomong tentang remaja yang emosinya masih labil. Seperti yang terjadi yaitu pertikaian antara arek Gubeng Klingsingan dengan Arek Gubeng Masjid dan arek Gubeng Klingsingan dengan arek Perak.data didapat dari pengamatan & wawancara dengan masyarakat sekitar (wong sepuh)karya ini saya tulis pada tahun 2005 dan dimuat kembali di FB untuk memperingati hari jadi kota surabaya yang jatuh pada

0 komentar:

Posting Komentar